Sabtu, 27 Januari 2018

Sangat Viral Sebab Tiba Ke Stadion Yaitu Hak Suporter


Dalam sepakbola, suporter yaitu salah satu elemen terpenting. Tanpa pinjaman mereka, para pemain sepakbola di lapangan sanggup kehilangan semangat dan motivasi untuk memenangkan pertandingan. Oleh sebab itu, suporter mendapat julukan ‘pemain ke-12’, sebab mereka juga menjadi faktor penting dalam suatu pertandingan.

Dengan pinjaman para suporter, setiap kesebelasan yang bertanding akan berusaha memperlihatkan permainan terbaiknya berupa kemenangan untuk memuaskan mereka, juga sebagai bentuk ucapan terima kasih pada para suporter yang telah tiba ke stadion.

Graham (1976) dalam buku Psychology of Sports, mengartikan suporter sebagai individu maupun kelompok yang hadir pada suatu pertandingan olahraga dengan tujuan memperlihatkan dukungannya kepada salah satu tim yang bertanding dan merasa mempunyai keterikatan dengan tim tersebut.

Suporter selalu mendukung kesebelasan, klub, tim, atau tim nasional kesayangannya dengan penuh semangat, dan sangat fanatik. Mereka tidak pernah berhenti mendukung kesebelasan favoritnya selama pertandingan berlangsung, entah dengan cara meneriaki pemainnya, menyanyikan anthem kesebelasan, hingga koreografi-koreografi unik akan mereka lakukan demi mendukung kesebelasan mereka hingga pertandingan berakhir.

Empat aspek fanatisme

Fanatisme suporter ini tidak lepas dari kecintaan mereka terhadap kesebelasan dan sepakbola (tapi harus hati-hati sebab sanggup menjadi candu). Menurut Goddard (2001), dalam buku Civil Religion menyampaikan ada empat aspek fanatisme.

Pertama, besarnya minat dan kecintaan pada satu jenis kegiatan. Dengan fanatisme, seseorang akan gampang memotivasi dirinya sendiri untuk lebih meningkatkan usahanya mendukung kesebelasan favoritnya.

Kedua, sikap pribadi maupun kelompok terhadap acara tersebut. Hal ini merupakan jiwa dari memulai sesuatu yang akan dilakukan.

Ketiga, lamanya individu menekuni suatu jenis acara tertentu. Jika seseorang itu menyukai kesebelasan favoritnya semenjak lama, mereka akan punya pengetahuan mengenai kesebelasan-kesebelasannya, dan kuat pada kecintaan mereka terhadap kesebelasan tersebut.

Keempat, motivasi yang tiba dari keluarga juga mempengaruhi seseorang terhadap bidang kegiatannya. Misalnya anggota keluarga kita mempunyai kesebelasan favorit yang sama dengan kita, maka keluarga kita sanggup memberi imbas pada kita untuk semakin menumbuhkan fanatisme terhadap kesebelasan tersebut.

Namun, suporter tidak selalu melaksanakan tindakan yang berdampak aktual pada kesebelasan favoritnya (mendukung kesebelasan favoritnya). Tidak jarang para suporter juga melaksanakan tindakan-tindakan yang anarkis atau melanggar aturan, hingga merugikan kesebelasan sebab mereka harus membayar denda dari kesalahan yang dibentuk para suporter. Misalnya melaksanakan rasisme terhadap pemain, melemparkan aneka macam benda ke dalam lapangan pertandingan, hingga melaksanakan penyerangan terhadap wasit sebagai bentuk ketidakpuasan mereka terhadap kinerja sang pengadil lapangan tersebut.

Ada hukuman, tidak ada solusi

Hukuman pun menjadi bentuk ‘hadiah’ dari federasi sepakbola, baik dalam maupun luar negeri untuk menciptakan jera suporter. Salah satu bentuk eksekusi yang sering dilakukan yaitu melarang suporter tiba ke stadion.

Sayangnya eksekusi itu sangat tidak ampuh untuk menciptakan jera para suporter. Sungguh percuma dengan menghukum suatu individu atau kelompok, tanpa memperlihatkan upaya preventif atau solusi biar kejadian tersebut tidak terus terulang.

Apalagi, melarang para suporter untuk tiba ke stadion dan mendukung kesebelasan kesayangannya, secara tidak pribadi otoritas sepak bola telah melanggar hak asasi insan mereka bukan?

Permasalahannya adalah, belum ada aturan resmi yang sanggup memberi pendidikan kepada kelompok suporter, terutama dari FIFA (Football International Federatioan Assosiation) sebagai otoritas sepakbola internasional.

Hampir sama dengan FIFA, organisasi sepakbola di Indonesia (PSSI) juga belum menemukan formula yang sempurna untuk menangani kasus kenakalan suporter. Padahal di Indonesia, kasus-kasus ibarat itu juga selalu tiba setiap demam isu dan menjadi dilema yang (masih) belum sanggup ditangani. Namun, bukan berarti tidak ada cara yang sanggup dicoba oleh PSSI.

Gusti Randa, anggota Komite Eksekutif PSSI, menyampaikan jikalau PSSI sanggup meratifikasi peraturan FIFA mengenai pengendalian suporter. Dalam aturan FIFA itu, kesebelasan bertanggung jawab atas sikap kelompok yang melaksanakan kekerasan di luar stadion. Sanksi itu sanggup berupa pertandingan tanpa suporter baik ketika tandang maupun kandang.

Selain itu, dalam manual khusus yang dibentuk oleh PT. Liga Indonesia Baru (PT LIB), kesebelasan bekerjsama mempunyai kewajiban untuk menjaga relasi baik dengan fans atau suporter, serta memperlihatkan edukasi, arahan, isu seputar tugas serta fans dan suporter sebagaimana tertulis di regulasi Liga 1 Indonesia Pasal 6 ayat 8.

Kasus eksekusi pertandingan tanpa suporter

Apakah cara tersebut sudah coba dijalankan? Sepertinya belum. Hal itu terbukti dengan sejumlah kasus pelanggaran yang dilakukan suporter selama Liga 1 bergulir. Beberapa kali PSSI menjatuhkan hukuman pertandingan tanpa penonton sesuai dengan jenis pelanggaran. Kesebelasan-kesebelasan Liga Indonesia di demam isu kemudian seperti, Borneo FC, PSS Sleman, Persija Jakarta, dan Persib Bandung pernah mendapat eksekusi tersebut.

Tidak hanya di Indonesia, memperlihatkan eksekusi pada suporter untuk tidak tiba ke stadion juga pernah terjadi di sepakbola internasional. Tim nasional Kroasia pernah melakoni berkelahi sangkar menghadapi Islandia pada 12 November 2016 kemudian tanpa pinjaman suporter, akhir ulah para suporternya sendiri. Dalam berkelahi kualifikasi Piala Dunia 2018 melawan Kosovo tanggal 6 November 2016 lalu, para suporter Kroasia terbukti bersalah sesudah menyanyikan lagu anti-Serbia selama pertandingan melawan Kosovo.

Yang teranyar dua bulan lalu, tepatnya 1 Oktober 2017, klub raksasa Spanyol, FC Barcelona juga harus melakoni pertandingan La Liga tanpa penonton ketika menjamu Las Palmas.

Namun, bedanya dengan kasus pertandingan tanpa suporter di Barcelona dengan yang biasa terjadi di Indonesia adalah, dilema politik. Situasi memanas di seluruh wilayah Katalunya sebab adanya referendum masyarakat Katalunya untuk merdeka dan memisahkan diri dari Spanyol. Barcelona bekerjsama ingin menunda pertandingan tersebut, sayangnya undangan El Barca tersebut ditolak oleh Liga Sepakbola Profesional Spanyol (LFP), dan tetapkan pertandingan digelar tanpa penonton.

Pertandingan sebesar dan seatraktif sepakbola terang butuh suporter. Selain sebab setiap kesebelasan butuh pinjaman suporter sebagai motivasi meraih kemenangan, pertandingan tanpa penonton juga sanggup memengaruhi ekonomi sebab tidak ada pemasukan melalui penjualan tiket.

Kesalahan memang patut mendapat hukuman. Tapi hingga kapan eksekusi akan terus menjadi solusi imbas jera bagi suporter? Bukankah mereka layak mendapat pendidikan bagaimana menjadi suporter yang baik dari pihak kesebelasan atau organisasi sepakbola?

Bahkan salah satu hak asasi insan yang harus didapat oleh seluruh insan di dunia yaitu hak mendapat pendidikan. Jadi, lebih baik memperlihatkan pendidikan kepada para suporter untuk menjadi suporter yang sportif dan berperilaku baik, demi menjaga nama baik sepakbola Indonesia.

Mengingat 10 Desember diperingati sebagai hari HAM internasional, semoga otoritas sepak bola internasional dan domestik segera menciptakan peraturan dan pendidikan khusus untuk suporter, sehingga tidak ada lagi kasus kericuhan dan pelanggaran oleh suporter, yang menciptakan mereka kehilangan hak tiba menonton pertandingan pribadi di stadion.

Dengan begitu, tentunya setiap pertandingan di stadion akan selalu meriah, dihiasi aneka macam koreografi, lagu-lagu penuh semangat, juga teriakan-teriakan motivasi, dengan satu tujuan: memberi warna dalam dunia sepakbola.

Penulis : Muhammad Fajar Rivaldi yaitu Mahasiswa Jurusan Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Biasa berkicau di akun Twitter @RivaldiFF99