Minggu, 28 Januari 2018

Sangat Viral Menguji Ketangguhan Zidane Di Real Madrid


Tidak ada jalan yang betul-betul lurus dan mulus di dalam kehidupan ini. Selalu ada liku dan tanjakan. Selalu ada batu-batu sandungan. Bukankah Tuhan akan memperlihatkan ujian kepada setiap hamba-Nya?

Rasanya, ujian itu pula yang tengah dihadapi Zinedine Zidane di Real Madrid dikala ini. Setelah semuanya berjalan mulus, kini semuanya seolah salah. Kemenangan, bahkan dari tim lemah di sangkar sendiri pun, sulitnya minta ampun.

Banyak orang bertanya-tanya. Ada apa dengan Madrid? Ada apa dengan Zidane? Maklum, Zidane ialah sang fenomena. Sejak mengambil alih Madrid dari Rafael Benitez dua tahun lalu, ia mempersembahkan delapan dari kemungkinan sepuluh trofi yang bisa diraih Los Blancos.

Berbagai analisis muncul. Berbagai teori juga dibuat. Dari soal perekrutan pemain hingga seni administrasi sang instruktur jadi sorotan. Namun, tak satu pun yang bisa menjadi jawaban atas keterpurukan Real Madrid. Bukankah dengan pemain-pemain dan seni administrasi yang sama, mereka berjaya di Piala Super Spanyol dan Piala Super Eropa?

Dua trofi pada awal animo itu tak mengindikasikan adanya duduk kasus di Santiago Bernabeu. Sebaliknya, itu membersitkan optimisme luar biasa untuk kembali menjadi kampiun di Spanyol dan Eropa. Apalagi, Barcelona yang jadi musuh utama justru kehilangan salah satu andalannya. Neymar hijrah ke Paris Saint-Germain.

Akan tetapi, tiba-tiba saja semuanya macet. Cristiano Ronaldo dan Karim Benzrma kesulitan mencetak gol, Gareth Bale terus berkutat dengan cedera, sedangkan Isco dan Marco Asensio meredup begitu saja sehabis pada awal animo menciptakan banyak orang berdecak kagum.

Anehnya, Los Blancos menuai hasil jelek bukan hanya dikala tampil buruk. Mereka juga menuai hasil yang sama dikala tampil baik. Salah satunya dikala kalah 0-1 dari Villarreal di Santiago Bernabeu. Sampai-sampai, bek kiri Real Madrid, Marcelo hanya bisa berujar, "Bola menyerupai enggan masuk ke gawang lawan."

Serupa Dortmund

Hal yang terjadi pada Madrid dikala ini mengingatkan pada Borussia Dortmund di Bundesliga 1. Mereka memulai animo dengan sempurna. Dalam tujuh langgar awal, Die Schwarzgelben bukan hanya selalu menang. Mereka juga menciptakan clean sheet dalam lima pekan awal. Namun, sehabis itu, tiba-tiba saja roda berputar 180 derajat hingga balasannya instruktur Peter Bosz didepak.

Seperti halnya Zidane dikala ini, Bosz tak bisa menjelaskan keterpurukan Dortmund kecuali menunjuk faktor ketidakberuntungan. Belakangan, Hendrie Kruezen yang jadi ajudan Bosz malah mengungkapkan hal yang agak di luar nalar. "Ini mungkin terdengar aneh. Namun, kami menukik sehabis Lukasz Piszczek cedera," kata ia pada final Desember lalu.

Kata-kata Kruezen sesuai fakta. Namun, tetap saja itu mengundang tawa. Siapa Piszczek hingga sebegitu memilih nasib Dortmund? Dia terang bukan Lionel Messi yang bagi sebagian orang ialah alien. Akan lebih masuk kebijaksanaan jikalau yang bolos ialah Pierre-Emerick Aubameyang.

Piszczek hanyalah seorang bek kanan. Apakah benar kehilangan seorang bek kanan andalan bisa sedemikian fatal? Rasanya, tak akan ada instruktur yang menyampaikan bahwa pemain terpenting di timnya ialah bek kanan.

Di Madrid, sosok menyerupai Piszczek boleh jadi ialah James Rodriguez. Marca bahkan mengungkapkan lima hal yang hilang seiring putusan Los Blancos meminjamkan James ke Bayern Muenchen. Dari donasi gol dan assist, pergerakan di lapangan, hingga pengaruhnya di ruang ganti.

Mungkin juga ia ialah Alvaro Morata. Bersama James, mantan striker Juventus itu juga kerap menyelamatkan Madrid dari situasi sulit. Sepanjang animo lalu, Morata berhasil mencetak 21 gol di semua ajang. Lima di antaranya ialah gol penentu kemenangan.

Ketiadaan kedua pemain ini, juga Pepe, sempat dikeluhkan Cristiano Ronaldo. Pada November tahun lalu, megabintang asal Portugal itu mengatakan, Madrid kehilangan ketiga pemain tersebut. Dia yakin, Madrid tak akan berada dalam situasi sulit andai ketiganya tak dilepas.

Penyerang Real Madrid Cristiano Ronaldo dikala melawan Villarreal di pertandingan Liga Spanyol di stadion Santiago Bernabeu di Madrid, Spanyol (13/1). Gol tunggal Villarreal dicetak Pablo Fornals pada menit-menit final pertandingan. (AP Photo/Paul White)
Satu hal yang pasti, menyerupai dikatakan Kruezen, rangkaian hasil jelek selalu menjadikan imbas negatif terhadap mentalitas pemain. Kata dia, itu menurunkan kepercayaan diri dan bahkan bisa menjadikan friksi di antara pemain.

Hal itu juga mulai dirasakan Zidane. "Mungkin yang menciptakan kami gagal menang ialah duduk kasus mental," kata Zidane usai timnya dikalahkan Villarreal seraya menambahkan, rangkaian hasil jelek niscaya menjadikan tekanan alasannya ialah pemberitaan miring nan bombastis.

Hal yang menarik, Zidane tak kehilangan kepercayaan diri. Dia bahkan menolak untuk mendatangkan pemain gres pada Januari ini. Padahal, tak sedikit orang yang menilai Los Blancos harus mendatangkan seorang bintang baru. Entah itu Harry Kane, Mauro Icardi atau Robert Lewandowski.

Zidane masih yakin, topan niscaya berlalu. Hal terpenting kini ialah tetap bekerja keras dan berjuang dengan segenap kekuatan dalam setiap pertandingan. Setelah kalah dari Barcelona, ia juga meminta bawah umur asuhnya berhenti melihat klasemen La Liga. Terpenting, kata dia, ialah menatap langgar per laga. Melihat klasemen hanya akan menambah beban.

Sialnya, optimisme serupa juga ditunjukan semua instruktur yang sempat menghadapi krisis animo ini. Bosz, Carlo Ancelotti, Frank de Boer, hingga Ronald Koeman memperlihatkan keyakinan tinggi untuk membangkitkan timnya. Namun, pada akhirnya, mereka tak berdaya.

Itu alasannya ialah mereka tak bisa menularkan kepercayaan diri itu kepada bawah umur asuhnya. Inilah yang harus diperhatikan oleh Zidane. Dia wajib menumbuhkan keyakinan untuk berdiri ke dada setiap pemain. Dia harus meyakinkan semua orang bisa menjadi pendekar dan goalgetter.

Keyakinan itu bahkan harus ditanamkan kepada mereka yang selama ini setia berada di dingklik cadangan. Kalau perlu, Zidane harus memperlihatkan kompilasi agresi Ole Gunnar Solskjaer, Jermain Defoe, Peter Crouch, Alexander Zickler atau Nils Petersen. Mereka ialah orang-orang yang bisa mencetak gol walau hanya diberi waktu kurang dari 15 menit di lapangan.

Tanpa itu, nasib Coach Zizou akan sama dengan Bosz, De Boer, Koeman, dan Ancelotti. Apalagi, Madrid sudah terbiasa melaksanakan hal itu. Florentino Perez dikenal kejam. Dia tanpa ampun mendepak Jose Mourinho dan Ancelotti walaupun pada animo sebelumnya memperlihatkan trofi bagi Los Blancos.(*)

Penulis Asep Ginanjar ialah jurnalis dan pengamat sepak bola.